CERITA ANAK (1): AYUV … NUMPANG TK


Rasanya seperti tiba-tiba saja. Ayuv sudah harus dibangunkan pagi-pagi, Taman Kanak-Kanan sudah menunggunya. Kebiasaan tidur malam ternyata cukup membuat Ayuv bermasalah dengan bangun pagi. Kadang Ayuv tidur tengah malam, malah lebih sering, setidaknya di atas jam 10 malam. Entah energi dari mana, ternyata setelah dibangunkan, Ayuv langsung bergerak. Bergerak dan terus bergerak. Sarapan yang tersedia, dengan bantuan dan dorongan orang tuanya, dapat dihabiskan dengan cepat. Ayuv masih dimandikan dan dibiarkan mengosok giginya sendiri. Urusan gosok gigi, Ayuv terlihat seperti bermain dan menikmatinya, jadi hanya sentuhan terakhir kegiatan sikat gigi dibantu.

Untuk memakai pakaian seragam, mau tidak mau, karena alasan waktu yang terus berputar, tidak bisa dibiarkan Ayuv sendiri yang memakainya. Jika dibiarkan, bisa tidak jadi pergi ke sekolah. Ayuv terlihat senang dan bersemangat. Ia begitu bahagia. Apa yang menjadi sebab kebahagiaan itu tidak bisa dipastikan. Anggap saja itu karena mau pergi ke sekolah. Ayah yang sedari tadi memperhatikan tingkah Ayuv  tidak mengerti apa Ayuv sudah mengerti atau tidak bahwa ia akan diantar ke sekolah. Selesai mempersiapkan segala keperluan Ayuv, Ayahnya yang sudah siap dari tadi  mengantarnya ke Taman Kanak-kanak. Ayahnya harus mengatakan kepada Ayuv bahwa ia pergi ke sekolah, yang sebenarnya Taman Kanak-Kanak, dan Ayuv seakan mengerti bahwa itulah sekolah.

Hari pertama di TK, Ayuv seperti mendapatkan tempat bermain. Semua tempat dilihatnya. Seolah-olah ia tidak ingin melewatkan sedikitpun celah yang bisa dia lihat. Semuanya seakan menarik, ayahnya  hanya dapat memperhatikannya dari luar pagar TK, dan berkata dalam hati mengapa semuanya terlihat menarik bagi Ayuv. Jadi selama di sekolah hingga waktu pulang, Ayuv tidak ikut masuk kelas dan tidak mengikuti arahan guru, ia bergerak sendiri seakan semua sudut TK memanggilnya. Gurunya menganggap sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar saja. Ayahnya juga menganggapnya biasa saja, karena sudah terbiasa dengan Ayuv. Di mata Ayah, Ayuv tidak berbeda dengan anak yang lain.

Sudah seminggu Ayuv di antar ke TK, dan selama itu juga ia menentukan geraknya sendiri. Guru-guru di TK membiarkan saja. Ayah yang memperhatikan dari luar pada minggu pertama sekolah juga senang saja kalau para guru membiarkan Ayuv melakukan apa yang diinginkannya. Teman-teman Ayuv di Kelas Nol Kecil, terlihat begitu tertib dan mau saja masuk kelas. Mereka duduk di kursi masing-masing. Tangan dilipat di atas meja. Bila melihat hal itu, terkadang Ayah berpikir kalau Ayuv butuh waktu beradaptasi agar sama seperti anak-anak yang lain.

“Ayuv rasa ingin tahunya besar, Pak”, kata bu guru yang mendampingi Kelas Nol Kecil saat menjawab pertanyaan ayahnya, “Apa tidak masalah kalau Ayuv selalu di luar kelas?”. Bu guru mengatakan bahwa Ayuv masih perlu penyesuaian dengan lingkungan barunya. Ayuv banyak tanya dan selalu ingin tahu. Jawaban bu guru membuat Ayah merasa tenang. Dalam beberapa hal, Ayah memang tidak pernah merasa khawatir dengan tingkah laku Ayuv. Apalagi melihat Ayuv sudah semakin betah berada di lingkungan TK itu. Ayuv sudah mulai bisa ditinggalkan di TK, mungkin ia mendapatkan kebebasannya. Ada rasa senang dalam hati Ayah, karena melihat Ayuv dapat bergerak bebas dan tidak merepotkan para gurunya. Juga tidak mengganggu teman-temannya. Ayuv terlibat dengan anak-anak TK lainnya saat jam istirahat, karena mereka semua berkumpul di halaman sekolah.

Bagaimanapun juga, ketika melihat anak-anak yang lain begitu gembira bernyanyi bersama guru pendampingnya di dalam kelas, sementara Ayuv berada di luar kelas memperhatikan benda-benda yang menarik perhatiannya, membuat pikiran Ayah terbawa perasaan dan mempertanyakan apa yang dikatakan guru bahwa Ayuv tidak ada masalah apa memang benar begitu adanya. Terusik juga pikiran Ayah. Namun hal itu berusaha dikesampingkan, yang penting Ayuv tetap mau bergaul dengan anak-anak yang lain dan mempunyai lingkungan bermain di luar rumah.

Pada saat di jemput, Ayuv selalu banyak cerita tentang berbagai hal, Ayah hanya mendengarkan. Cerita tentang kodok yang terjepet di celah yang sempit misalnya dan ia berusaha membantu mengeluarkannya. Ayah mendengar hal itu terkejut dan terperanjat, lebih banyak khawatir sebenarnya, dan langsung mengatakan jangan ganggu kodok. Jangan lakukan itu. Jangan! Berbahaya! Spontan saja keluar perintah jangan itu. Jangan katakan jangan redam benak Ayah mendesak, carilah cara lain untuk mengatakan jangan itu. Larangan terhadap rasa ingin tahu anak selalu kehilangan alasan yang tepat untuk menjelaskan larangan itu kepada mereka.

Dalam bayangan Ayah sebagai orang dewasa ada perasaan tidak aman, bisa saja Ayuv menjulurkan tangannya ke dalam celah sempit itu untuk meraih kodok dan berusaha mengeluarkannya, dan ternyata di situ juga ada ular atau binatang yang berbahaya lainnya. Meskipun sebenarnya, kalau ada kodok di situ tentu tidak ada ular pada posisi berdampingan, Ayah tertawa dalam hati bila terpikir demikian.

Setalah mengatakan jangan, Ayah terdiam sendiri, merasa salah dengan kata jangan tersebut, lalu untuk mengurangi rasa bersalah Ayah mencoba menanyakan bagaimana keadaan kodoknya. Tetapi seperti tidak didengarnya, Ayuv tetap saja ngoceh tentang berbagai hal, dan semuanya begitu menarik baginya. Malah Ayah yang merasa keterlaluan telah mengatakan jangan, hanya karena kekhawatiran, padahal anak-anak seusia Ayuv sedang belajar dengan hal-hal tersebut. Ayah menjadi merasa telah menjadi penjara dan sekaligus penjaga penjara yang hanya mengerti ketidakbebasan.

“Belajar apa tadi di sekolah, Yuv?”, tanya Ayah mencoba mengusir rasa bersalah dalam dirinya.

“Duduk di kursi. Duduk manis. Tangan dilipat”, kata Ayuv dengan lugas dan tanpa ekspresi. Ayuv kemudian memperagakan bagaimana ia menyanyikan lagu ABC, karena ia memang sudah bisa, dan itu bukan karena didapatkannya di sekolah. Terus apalagi tanya Ayah kepada Ayuv. Main luncuran. Rumah semut di sekolah hancur, kasihan mereka, ada yang mengijak. Ayuv selalu ingat apa yang dikatakan Ayah untuk tidak mengganggu rumah semut. Kadang ia tahan beberapa lama hanya untuk memandangi semut-semut tanpa mengganggunya.

Ayuv berada di TK seperti numpang saja. Seperti anak yang dititipkan orang tuanya, karena belum mencukupi umur masuk TK. Anak yang dititipkan biasanya lebih banyak dibiarkan bebas. Seperti itulah Ayuv, yang tidak begitu berminat menyentuh peralatan tulis menulis di dalam kelas. Atau meriahnya anak-anak nyanyi bersama. Buku-buku yang sudah ditebus, terlihat begitu rapi dan masih bersih dari coretan. Teman-teman di Kelas Nol Kecil terlihat begitu antusias mendengarkan penjelasan guru pendamping. Ada yang menulis, menggambar, atau hanya sekedar meraut pencil berulang kali seolah selalu kembali tumpul.

Saat di TK, anak-anak sudah seharusnya bagai mendapatkan tempat bermain yang bebas dan aman. Anak-anak bermain adalah proses belajar. Dengan lebih banyak bermain, mendapatkan kebebasan beraktivitas seperti anak dititipkan saja, Ayuv melawatkan Kelas Nol Kecil dengan caranya sendiri. Pengelola TK menanyakan kepada orang tua Ayuv, apakah dilanjutkan Kelas Nol Besar atau tetap di Kelas Nol Kecil. Melihat penjelasan pengelola TK, sebenarnya mereka ingin mengatakan bahwa Ayuv lebih baik tetap di Kelas Nol Kecil, alasannya yang paling gampang karena Ayuv hampir bisa dikatakan tidak pernah mengikuti kelas tersebut. Berarti Ayuv belum melewati keharusan sebagai anak TK pada umumnya. Dan juga, usia Ayuv memang masih layak di Kelas Nol Kecil.

Dengan segala pertimbangan dan memperhatikan perkembangan Ayuv di rumah, orang tuanya memilih untuk mengikutkan Ayuv melanjutkan ke Kelas Nol Besar. Pengelola TK menerima saja keputusan orang tua Ayuv. Sementara Ayuv sendiri, tetap saja sibuk dengan kebebasannya, tidak perduli apakah Kelas Nol Kecil atau Kelas Nol Besar.

“Ayuv sudah nol besar sekarang, Yah!”, Ayuv mengatakan dengan bangga. Sesampai di rumah, Ayah mengatakan pada semua orang rumah bahwa Ayuv sudah nol besar sekarang. Sikap Ayah yang demikian untuk menunjukkan pada Ayuv bahwa ada perbedaan antara nol kecil dengan nol besar. Ayuv sudah tambah besar. Dan! Yang lebih penting adalah untuk meyakinkan diri Ayah sendiri bahwa Ayuv dapat menyesuaikan dengan aktivitas nol besar.

Orang tua Ayuv merasa mendapatkan TK yang cocok buat Ayuv, karena pengelolanya membiarkan Ayuv memilih aktivitasnya sendiri, yang tidak memaksa untuk mengikuti aktivitas kelas. Anggap saja Ayuv numpak TK saja. Numpak lewat. Numpang tempat bermain. Orang tua Ayuv sangat berharap bahwa di kelas nol besar nantinya juga tidak memaksakan Ayuv mengikuti aktivitas kelas, bila Ayuv memang tidak menginginkannya dan memilih melakukan aktivitas sendiri.

Pembiaran yang dilakukan guru pendamping kelas kepada Ayuv, menjadi tidak penting apakah karena gurunya mengerti tentang psikologi anak atau karena tidak ada waktu untuk mengarahkan perhatian khusus pada satu anak atau beberapa anak saja. Guru pendamping dalam satu kelas ada 2 orang, sedangkan anak-anaknya tidak kurang dari 40 anak. Namun, hal itu bagi orang tua Ayuv dipandang sebagai hal yang tepat. Karena pada saat istirahat Ayuv dapat bermain bersama dengan anak-anak lainnya.

Orang tua anak-anak yang lain terlihat merasa heran dengan tingkah laku Ayuv. Mereka terkadang mengatakan kepada Ayah atau orang yang menjemput bahwa Ayuv lebih sering berada di luar kelas. Membongkar apa saja yang bisa dibongkarnya. Ayuv itu murid kepala TK seloroh orang tua anak-anak saat menunggu untuk menjemput anak-anak mereka. Karena ternyata Ayuv juga senang berada di ruang kepala TK, ruang yang jarang sekali dimasuki oleh anak-anak yang lainnya.

Biarlah Ayuv seperti anak yang numpang TK pikir Ayah dalam hatinya. Melihat Ayuv di rumah, tidaklah jauh berbeda dengan yang diceritakan oleh orang tua anak-anak lainnya pada waktu bertemu saat menjemput anak-anak ke luar dari TK. Ayuv termasuk anak yang suka tersenyum, bahkan mukanya terlihat selalu tersenyum. Ayuv juga tidak pernah mengganggu anak yang lain.

Pulang sekolah, Ayuv cepat-cepat membongkar kotak mainannya. Bagi orang tua Ayuv, sungguh membahagiakan melihat bahwa Ayuv juga senang bermain dengan buku, dan yang lebih membahagiakan ternyata Ayuv sangat jarang sekali membuat buku sobek. Buku-buku bergambar itu juga menjadi temannya hingga tidur. Hal ini membuat orang tua Ayuv tidak begitu khawatir dengan ketidakpedulian Ayuv pada buku saat berada di TK. Mungkin hal itu hanya pilihan dan pemanfaatan kesempatan dalam bermain.

Orang tua Ayuv masih bingung bagaimana mengarahkan Ayuv agar tidur lebih awal, tidak sebagaimana kebiasaannya selama ini tidur setelah jam 11 malam. Ada rasa kasihan saat membangunkannya di pagi hari, karena harus masuk sekolah pagi. Dengan terpaksa dibangunkan, dan ternyata Ayuv bangun dengan segar dan tidak memperlihatkan tanda-tanda kurang tidur. Tetap saja ada rasa khawatir, apalagi bila ingat bahwa katanya orang dewasa tidurnya setidaknya 8 jam sehari.

“Ayuv sekarang sudah Kelas Nol Besar. Ayuv pindah kelas!”, horeeeeee teriak Ayuv merasa girang saat ketemu orang-orang rumah.

“Ayuv naik Kelas Nol Besar ya sekarang, anak pintar!”, sambut Nenek dengan bangga.

“Bukan Nek! Ayuv tidak naik koq, takut jatuh, kelasnya tinggi. Ayuv pindah kelas”, jawab Ayuv sambil melepas sepatu kemudian mencuci tangan.

“Ya Ayuv, anak pintar!”, ucap Nenak dengan tersenyum.

Published by HE. Benyamine

Langit yang sama, bumi yang sama, meskipun berada di sisi kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

8 thoughts on “CERITA ANAK (1): AYUV … NUMPANG TK

  1. hahaha… lucu sekali ayuv. cerdas dan penuh rasa ingin tahu. saya bisa simpulkan, ketertarikannya yang besar terhadap lingkungan adalah buah dari didikan orang tua yang juga cinta terhadap lingkungan.

    kecerdasan anak memang tak harus semata-mata diasah di bangku sekolah. untuk ini pengertian guru memang sangat diharapkan. ayo, mas heb, cerita lagi tentang ayuv.

  2. asyiknya dunia anak-anak. masa rakus pengetahuan dan begitu kebal dengan kata-kata larangan. sayang ya…masa-masa seperti itu ada batas-batasnya.

    Ironis lagi, kian hidup berjalan, masa jadi anak-anak makin pendek. Terpangkas perkembangan zaman yang menuntut anak kecil cepat dewasa. sayangnya…

  3. Masa yang indah saat masa kanak – kanak, bergembira lepas tanpa ada tekanan dan pengaruh… kebahagiaan anak-anak adalah kebahagiaan sejati….kadang keluguan anak menjadikannya sebagai sosok yan pintar dan cerdas, dan kritis .Bimbingan dan pengertian akan tentu akan menjadi modal yang kuat bagi masa depan kelak..

  4. whuahahaha… bener juga jawaban Ayuv, bukannya naik kelas, takut jatuh.

    dan menarik konsep pendidikan TK itu, karena ada TK yang memberlakukan anak-anak kecil macam anak anak usia SD atau SMP saja. Sampai-sampai belum genap 1 minggu teman saya harus memindahkan anaknya dari TK itu.

  5. Ayuv sayang, tante Poppy bangga dengan Ayuv. Sekolah tidak hanya di dalam ruang kelas, sekolah bisa dimana2. Horeee…Ayuv pindah kelas, nol besar!

    HEB : Ayuv senaaaaaaaaaaang … tante Poppy bangga.

  6. Assalaamu’alaikum

    Pengkisahan yang begitu menyentuh hati. Anak kecil selalu merisaukan kita. Anak kecil selalu asyik dengan dunianya yang santai, bebas dan membahagiakan. Apa yang jelas, orang dewasa sering berusaha melindung mereka dari bahaya yang bakal menimpa, namun anak kecil tidak pernah peduli malah dia kagum dengan dunianya dan hairan dengan gelagat orang dewasa yang tidak memahami apa yang dimahunya. Salam hangat selalu.

    HEB : Wa’alaikum salam
    Begitulah dunia anak2, yang terkadang terlupakan oleh orang dewasa saat menjadi anak2 juga. Salam hangat selalu.

  7. assalamualaikum
    Alhamdulillah aku bisa menjadi nak yang berguna keada kedua orang tua ku. Aku rasa mahu berikan segalanya kepada mereka apa yang aku ada.doa mu ibu dan ayah bisa membuat aku hidup selesa dan dewasa dengan jayanya.syukur

    HEB : Wa’alaikum salam

    semoga kita termasuk anak2 yang berguna bagi kehidupan ini, terutama untuk ibu dan ayah, dengan rasa syukur.

Leave a comment