PUISI (36): MALAM BERBISIK AJAK TERJAGA


Terasa mendekat masa penantian mengembara

tangan ku erat memegang bilangan tersisa

biar kerinduan hapus jarak dan ruang; membanjiri hati

keharuan sunyi kehilangan tempat sembunyi

Malam berbisik ajak terjaga

susuri detak kebahagiaan yang menjalar

mengalir kidung merasuk aliran darah degupkan dada

keharuan sunyi tertahan menjemput fajar

Kerinduan menyatu darah

tangan ku kuat menggandeng bilangan tersisa

biar perpisahan di depan mata; siap berlabuh

kembangkan layar bersama pengembaraan ku di dunia

Banjarbaru, 3 September 2010

Published by HE. Benyamine

Langit yang sama, bumi yang sama, meskipun berada di sisi kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

10 thoughts on “PUISI (36): MALAM BERBISIK AJAK TERJAGA

  1. Assalaamu’alaikum Wr. Wb sahabat HE. Benyamine…

    Membaca puisi di atas, secara jujur, saya belum bisa menangkap secara tuntas apa yang diungkap. Sepertinya ilmu puisi saya masih jauh mengatasi makna mendalam yang menjadi keistimewaan mas Ben dalam menulis bahasa sastera yang berurat-urat. Saya sungguh kagum dengan rangkap kata yang mas Ben suratkan. Indah, mempesona.

    Kehidupan ini harus juga dilanjutkan walau banyak badai yang melanda dan gelora yang berusaha untuk menyisanya. Tidak tidak dikembangkan layar kekuatan, pasti tidak akan sampai ke pelabuhan.

    Semoga selalu ceria dalam segala kehidupan yang dilalui. Terima kasih mas Ben atas kebaikan dalam persahabatan selama ini.

    Salam hangat dan mesra selalu dari Sarikei, Sarawak.

Leave a comment