MANTRA-MANTRA KALSUM BELGIS


Oleh: HE. Benyamine

Mengejutkan! Begitulah respon pertama saat menyaksikan lomba Musikalisasi Puisi Karya Kalsum Belgis Se-Kalimantan Selatan dari dua buku kumpulan puisi Mantra Rindu (Mingguraya Press, 2012) dan Mantra Petapa (Muthiara Int., 2012) yang dilaksanakan di Museum Lambung Mangkurat pada tanggal 11 Februari 2012 dengan diikuti 21 peserta. Selanjutnya adalah luar biasa, garapan para peserta musikalisasi dalam menghidupkan ruh puisi-puisi yang mereka pilih untuk dilombakan, yang menunjukkan setidaknya dua hal; (1) puisi karya baru dari penulis baru dapat menjadi bahan yang imajinatif untuk digarap musikalisasinya, tidak harus puisi dari penyair terkenal, dan (2) puisi-puisi Kalsum Belgis bagai bunga di lumbung puisi Kalsel.

Lomba Musikalisasi Puisi Karya Kalsum Belgis Se-Kalimantan Selatan (11/2/12) merupakan rangkaian acara Peluncuran Dua Buku Kumpulan Puisi Kalsum Belgis (KB), yang pada malam (20.00 Wita) diisi dengan pegelaran sastra Laila (salah satu puisi  KB), pembacaan puisi-puisi multimedia, dan pembacaan puisi karya KB antar generasi penyair, serta pelucuran buku-buku dan penyerahan hadian lomba musikalisasi puisi.

Para peserta musikalisasi puisi karya KB, seluruhnya layak mendapatkan pujian, mereka mampu menghidupkan puisi-puisi KB dengan bunyi yang menggetarkan, syahdu, riang, dan membangkitkan imajinasi yang mendengar tentang berbagai hal yang ada dalam ungkapan-ungkapan dalam puisi. Mendengarkan musikalisasi yang mereka garap, terasa bagaimana puisi itu menjadi berharga dan bergema, yang tentunya mereka yang tahu bagaimana tentang puisi-puisi KB sehingga mereka dapat menampilkan hal yang mengagumkan. Memang puisi KB dari segi ungkapan sudah punya bunyi yang kadang mengejutkan dan kadang menyembunyikan kejutan itu sendiri.

Pada pagelaran sastra Laila, secara langsung menunjukkan suatu kejutan yang tak terbayangkan, begitu berbunyi puisi dengan judul Laila tersebut. Mengheningkan suasana dengan gerak yang tak terlihat adanya lubang kosong, dengan hentakan dan rayuan musik, permainan tata lampu yang membayangi gerak para aktor, dan ungkapan-ungkapan larik demi larik puisi Laila. Kekurangannya adalah tempat yang tidak representatif untuk garapan pagelaran sastra Laila ini.

Pagelaran sastra Laila juga memperlihatkan bagaimana kolaborasi antara insan teater (juga tari) dengan penyair,  yang mutual simbiosis, dapat menopang keindahan sebuah puisi bagai anggrek alam yang membutuhkan pohon besar untuk menunjukkan keindahannya.  Di sini juga terlihat, bagaimana puisi-puisi KB dalam dua buah buku kumpulan puisi yang diluncurkan malam itu, menarik untuk menjadi bahan garapan pagelaran sastra, karena KB dalam puisi-puisi seakan sedang bercerita tentang hal yang diketahui banyak orang dengan ungkapan-ungkapan yang juga selama ini tersembunyi saja dalam diri masing-masing.

Sedangkan penampilan para penyair dari berbagai generasi yang membacakan puisi-puisi karya KB, di samping adanya keakraban, mereka membawakan dengan gaya masing-masing yang secara langsung mengeksplorasi bunyi dan ungkapan dalam puisi-puisi KB dengan menjadi terasa hidup dan berwarna. Para penyair yang membacakan puisi-puisi KB menambah suasana perayaan sebuah karya, dengan penampilan yang unik dan intim.

Acara berlanjut dengan pembacaan puisi-puisi KB dengan memanfaatkan multimedia, garapan baru di Kalimantan Selatan; mengeksplorasi suara, gambar, dan musik, yang begitu terlihat karya puisi menjadi lebih merasuk ke dalam sukma dan jiwa. Sebagai yang pertama kelemahannya diabaikan saja, pembacaan puisi multimedia ini sungguh memberikan angin segar bagi para penyair di Kalsel, karena mampu mengeksploitasi kandungan puisi dalam tampilan yang menggabungkan bunyi melodis, suara, dan gambar.

Peluncuran dua buah buka kumpulan puisi KB penting bagi perpuisian Kalimantan Selatan, karena sebagaimana Syukur kemukakan bahwa penulis perempuan Kalsel masih sedikit, jadi kehadiran dua buku itu sungguh kebanggaan bersama. Mungkin, buku kumpulan puisi secara utuh dari seorang pengarang perempuan di Kalsel adalah karya Kalsum Belgis, dan mungkin yang pertama di Indonesia yang sekaligus meluncurkan dua buah buku kumpulan puisi sekaligus. Namun, terlepas hal yang pertama tersebut, tentu kualitas puisi-puisi KB patut diperhitungkan dan disandingkan dengan puisi-puisi penyair lainnya di Kalsel dan di luarnya.

Dalam acara peluncuran itu juga ada yang menarik, yang dikemukakan Wawali Kota Banjarbaru, yang menyarankan kepada dinas terkait untuk memprogramkan acara seperti peluncuran dua buku kumpulan puisi KB ini sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun, yang diperkirakan beliau untuk menganggarkan 1 (satu) kali peluncuran sebesar Rp. 30 juta. Mengenai buku yang diluncurkan nanti dipilih dari naskah para penyair. Anggaran yang dikemukakan Wawali Kota Banjarbaru, tidak jauh dari harga acara peluncuran dua kumpulan puisi KB tersebut. Di sini, ucapan selamat dari Walikota Banjarbaru kepada Kalsum Belgis melalui sambutan beliau yang dibacakan staf dinas, sangat berharga bagi penulis dan para sastrawan lainnya.

Peluncuran dua buah buku kumpulan puisi Kalsum Belgis, terasa bagaimana memperlakukan dan penghargaan atas suatu karya, ada terobosan yang berani dalam memperlakukan suatu karya apalagi itu karya sastra puisi. Ada keberanian eksplorasi, eksploitasi, dan kebebasan berkreasi dalam menghargai karya sastra puisi, dan rasanya tidak perlu dituliskan harga pengorbanan yang ada karena sudah dapat dibayangkan masing-masing saja. Kalsum Belgis telah menyebarkan mantra-mantra melalui karya puisi, yang mengejutkan dan menyentuh sebagaimana puisi-puisi dalam dua buah buku kumpulan puisi yang telah dilucurkan malam itu.

Banjarbaru, 12 Februari 2012

(SKH MEDIA KALIMANTAN, 13 Februari 2012: B4)

Published by HE. Benyamine

Langit yang sama, bumi yang sama, meskipun berada di sisi kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

One thought on “MANTRA-MANTRA KALSUM BELGIS

Leave a comment