MAMANDA DALAM BENTUK BUKU DRAMA


Oleh: HE. Benyamine

Keberadaan Mamanda terus dibanggakan sebagai seni tradisional untuk keperluan promosi daerah, begitu juga dengan bentuk kesenian lainnya. Sebagai satu dari sekian banyak seni pertunjukkan yang dimiliki Kalimantan Selatan, Mamanda pada beberapa kesempatan ditampilkan untuk menunjukkan bahwa Kalimantan Selatan memiliki seni teater tradisional sendiri, namun setelah pengakuan dan mempertunjukkan keberadaannya  tidak ada kepentingan yang menunjukkan kepedulian atas keberlanjutan dan perkembangan seni teater tradisional ini.

Mamanda yang diperkenalkan sebagai seni tradisional lebih banyak dijelaskan berkenaan dengan  sejarah dan bentuknya yang dapat ditemukan dalam buku, selebihnya melalui pementasannya,  mungkin karena dalam pementasan para pemainnya lebih sering bermain berdasarkan garis besar, babakan dan plot cerita yang dipersiapkan sedangkan dialognya lebih mengandalkan improvisasi dari masing-masing karakter pemainnya, sehingga cukup sulit menemukan bahan bacaan tentang Mamanda yang dapat dijadikan media untuk membangkitkan minat masyarakat terhadap Mamanda, kecuali mereka yang memang berkecimpung atau menggeluti teater Mamanda yang dapat menikmatinya selain dari pada menyaksikan pertunjukkan atau pementasan.

Selain berdasarkan garis besar cerita dalam pementasan dan dialog berdasarkan improvisiasi antara pemain teater dengan penonton, Mamanda juga dapat dipentaskan berdasarkan satu naskah utuh yang sudah dipersiapkan dengan tetap menyediakan ruang improvisasi bagi pemainnya. Berdasarkan naskah utuh, Mamanda dapat lebih dikenalkan kepada masyarakat saat ini melalui bahan cetakan naskah utuh tersebut seperti buku drama. Melalui buku dari bahan naskah utuh Mamanda, seni teater tradisional Mamanda juga dapat hadir dalam ke tengah masyarakat melalui buku cetakan naskah dramanya. Jadi, masyarakat dapat terlebih dulu mengetahui Mamanda (cerita-cerita) melalui buku dramanya dari beragam lakon yang akan dipentaskan atau yang sudah dipentaskan, sehingga pada saat pementasan para penontonnya akan lebih dapat terlibat saat para pemainnya melakukan improvisasi.

Melalui buku dramanya, durasi dalam pementasan Mamanda yang  semalam suntuk menjadi tidak masalah, jadi hanya saat pementasan durasinya dapat disesuaikan dengan keadaan atau dipadatkan seperti  yang dikemukan Drs. Sirajul Huda bagaimana teater Mamanda dapat tetap eksis dan bertahan (Radar Banjarmasin, 25 Juni 2010) sebagaimana film yang berdasarkan buku tertentu. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada yang berkepentingan untuk membantu dalam penerbitan naskah-naskah Mamanda yang pernah dipentaskan atau yang belum pernah dipentaskan, baik dalam satu cerita atau dalam kumpulan beberapa cerita disesuaikan dengan panjangnya naskah. Penerbitan buku drama Mamanda ini secara langsung mengenalkan pertunjukan sebelum pementasannya dipentaskan dalam sebuah pertunjukan teater Mamanda.

Mengenai naskah-naskah utuh Mamanda, beberapa dari karya Drs. Sirajul Huda sebagai orang yang berkecimpung secara intens dengan seni tradisional sebenarnya sudah tersedia dan siap untuk diterbitkan, juga para seniman lainnya yang selama ini terus menghidupkan Mamanda. Namun, para penulis naskah seperti Drs. Sirajul Huda tentu tidak patut untuk dibebani juga dalam penerbitannya, sudah seharusnya ada pihak lain yang dapat membantu dalam penerbitan naskah-naskah tersebut sebagai wujud adanya kepedulian dan keprihatinan atas semakin redupnya seni teater Mamanda karena kehilangan panggung pertunjukkan.

Masyarakat tidak dapat dikatakan sebagai pihak yang kehilangan minat dan kurang apresiasi terhadap Mamanda, tapi karena media ekspresi untuk pertunjukkan Mamanda sudah sangat terbatas dan secara tidak langsung dibatasi yang menjauhkan masyarakat semakin tidak mengenal atau bersentuhan secara langsung. Beberapa pihak yang berkecimpung pada seni tradisional telah melakukan berbagai upaya agar Mamanda dapat tetap eksis keberadaannya, dengan melakukan pemadatan durasi, penambahan tokoh baru selain tokoh-tokoh baku, dan penggunaan bahasa Indonesia.

Upaya-upaya yang dilakukan para pelaku seni tradisional, dalam hal ini Mamanda, perlu didukung oleh pihak-pihak lainnya, baik dalam keberpihakan kebijakan oleh pemerintah dan elit kekusaan daerah maupun elit ekonomi daerah. Mamanda, selain sebagai media hiburan seni pertunjukkan juga merupakan media pendidikan dan  media pembelajaran dalam pengembangan budaya kritik. Naskah-naskah yang diterbitkan menjadi buku drama Mamanda lebih mendekatkan seni teater tradisional ini pada jangkauan masyarakat.

Penerbitan naskah-naskah Mamanda ke dalam bentuk buku drama diperlukan untuk bahan pendidikan, terutama mata pelajaran muatan lokal, yang membantu para pelajar dapat bersentuhan  secara langsung wujud Mamanda dalam naskah utuh, sehingga para pelajar sudah dapat membayangkan apa dan bagaimana Mamanda. Buku drama Mamanda dapat dijadikan contoh bagi para pelajar dalam membuat naskah Mamanda, sehingga membuka kemungkinan bagi mereka dapat membuat sendiri naskah-naskah baru, yang tentu terbukanya generasi baru yang peduli dengan seni teater tradisional. Berdasarkan buku drama Mamanda itu diharapkan adanya percikan segar dan terobosan baru dalam upaya  menjadikan Mamanda lebih baru dalam menyentuh apresiasi masyarakat.

Jadi, seni teater Mamanda selain dihidupkan dalam penyediaan panggung pertunjukkan yang secara rutin dan juga beberapa upaya yang dilakukan para penggiat seni teater ini seperti pemadatan durasi waktu, penampilan tokoh tamu, dan cerita yang kekinian, perlu juga didukung dengan penerbitan naskah-naskah utuh Mamanda ke dalam bentuk buku drama. Penerbitan buku-buku drama Mamanda memberikan peluang kepada berbagai pihak untuk mengenal dan mempelajarinya, yang juga memberikan peluang bagi para penggiatnya mendapatkan penghargaan selain dari pertunjukkan. Buku drama Mamanda merupakan media pembelajaran dan belajar bagi kalangan yang lebih luas, dan menghadirkan Mamanda dengan pertunjukkan yang berbeda dari panggung. Mamanda merupakan teater kehidupan masyarakat, yang pada saat yang tepat tokoh-tokohnya berganti, kehidupan (teater) terus menampilkan pertunjukkannya.

Published by HE. Benyamine

Langit yang sama, bumi yang sama, meskipun berada di sisi kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

3 thoughts on “MAMANDA DALAM BENTUK BUKU DRAMA

  1. buku tentang mamanda sudah ada beberapa yg diterbitkan, salahsatunya yang ditulis oleh jarkasi. namun memang, memang buku naskah dramanya–sejauh pengetahuan saya–belum ada. tapi boro2 penerbitan naskah drama mamanda (yg mungkin hanya ditulis oleh pak rajul, sementara yg lain hanya berupa sinopsis atau semacam sketsa yg kemudian diimprovisasi oleh para pemain), naskah teater modern saja yg sdh lebih banyak ditulis oleh drawaman kalsel, tak satupun lagi yg diterbitkan.

    insyaallah dalam satu-dua bulan ini dua buku naskah drama/teater modern h. adjim arijadi yg sdh begitu lama pengabdiannya thd dunia seni drama akan segera terbit. doakan saja, berikutnya penerbitan naskah drama mamanda–entah tulisan sirajul huda–akan segera diterbitkan pula.

  2. ada gak,teks dramax ?? klo ada,dmna saya harus downloadx! alamtx apa gtu?

    HEB: Makasih sudah mampir. Untuk naskah yang dapat download, sepengetahuan saya belum ada, naskah-naskahnya masih banyak di tangan penulisnya, seperti yang ada pada Drs. Sirajul Huda … beliau sedang mempersiapkan untuk menerbitkannya, masih dalam proses.

Leave a comment