MERESAHKAN ANGGOTA DEWAN BICARA SAMPAH


Oleh: HE. Benyamine

Pengelolaan sampah di Kota Banjarbaru perlu mendapat perhatian semua pemangku kepentingan, karena jumlahnya terus mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan kota yang begitu pesat. Sebagai kota kategori sedang yang terus berkembang, permasalahan sampah harus dicarikan solusi pemecahannya dari sekarang dengan merencanakan teknologi pengelolaannya dan  mulai melakukan pendekatan budaya sadar sampah.

Pengelolaan sampah yang tepat adalah penggabungan pilihan teknologi dan pedekatan budaya sadar sampah, yang disesuaikan dengan lingkungan wilayah. Pengelolaan sampah yang tepat untuk kota Jakarta atau kota Banjarmasin belum tentu tepat untuk kota Banjarbaru. Namun dalam pendekatan budaya sadar sampah cenderung tidak ada perbedaan, bahkan dapat meniru budaya warga kota lainnya.  Pilihan teknologi pengelolaan sampah tergantung dengan kebutuhan dan perkembangan kota, yang juga berhubungan dengan kemampuan warga masyarakat dalam melakukan upaya mengurangi sampah dari sumbernya.

Dalam pelaksanaan pengelolaan sampah yang tepat tersebut, partisifasi warga masyarakat  perlu  terus didorong untuk melakukan pemisahan sampah organik dan nonorganik di tingkat rumah tangga dan komunitas. Warga masyarakat sebagai produsen sampah juga perlu mendapatkan pengetahuan tentang pemanfaatan sampah yang paling sederhana, seperti pembuatan pupuk organik untuk tanaman pekarangan atau hias. Sedangkan para elit politik tentu harus  berpikir pada sistem pengelolaan sampah kota, yang menyangkut perencanaan dan pelaksanaannya untuk kepentingan bersama, sehingga pengelolaan sampah lebih berdasarkan sistem yang telah ditentukan.

Keresahan anggota komisi I DPRD Banjarbaru, Neni  Hendriyanti, melihat sampah di Kompleks Berlina Jaya Landasan Ulin berserakan tak terangkut dan berbau busuk yang merupakan di wilayah tempat tinggalnya. Ia juga mengatakan ketidaknyaman dengan opini masyarakat sekitar tentang permasalahan sampah itu, sehingga ia pun siap menyisihkan uang  sejumlah Rp.300 ribu per bulan untuk membayar insentif para pengelola sampah di Kompleks tersebut (Radar Banjarmasin, 21 September 2010: 10). Dengan pandangan  yang hampir sama atas permasalahan sampah, anggota komisi III Bambang S. Rony mengatakan, “Sebenarnya kita ini mau dapat Adipura atau tidak ? Banyak sampah yang tidak diangkut, bagaimana sih kinerja dinas kebersihan ?” Kedua anggota dewan terlihat seperti  telah memperhatikan permasalahan sampah dan merasa berkepentingan untuk menyuarakan keprihatinannya  pada penanganan sampah yang masih tidak menunjukkan tanda-tanda adanya pengelolaan sampah yang baik dan tepat.

Keresahan anggota dewan di atas dapat dikategorikan sebagai ungkapan yang tidak memahami permasalahan  sampah, khususnya bagaimana dinas terkait dalam pengelolaan sampah, karena keduanya tergerak untuk bicara permasalahan sampah disebabkan gangguan sampah di lingkungan tempat tinggalnya dan menghubungkan dengan piala Adipura yang beberapa tahun terakhir di raih kota Banjarbaru. Apalagi pernyataan kesiapan untuk membayar insentif para pengelola sampah yang menggambarkan seakan permasalahan sampah dapat diselesaikan dengan sejumlah uang, dan kesiapan membayar itu juga lebih berkenaan dengan pengangkutan sampah di sekitar tempat tinggalnya yang juga seakan mengatakan bahwa sampah di tempat lain itu urusan masing-masing.

Kebersihan kota  Banjarbaru tentu tidak diperuntukkan untuk meraip piala Adipura, tapi merupakan kebutuhan bagi kepentingan warga masyarakat dalam mendapatkan lingkungan tempat tinggal yang bersih, sehat, dan nyaman.  Di sini pengelolaan sampah tidak tergantung dengan mendapat piala Adipura atau tidak, tapi menjadi keharusan untuk dilakukan pengelolaan karena sampah merupakan bagian dari aktivitas manusia yang tidak dapat dipisahkan.

Sebagai anggota dewan sudah seharusnya mempunyai pemahaman yang cukup  tentang sampah agar dapat memperhatikan permasalahan sampah di Kota Banjarbaru dengan pandangan yang lebih menyangkut kepentingan bersama. Apalagi dinas terkait dapat dipanggil ke dewan untuk menjelaskan mengapa permasalahan sampah tidak dapat ditangani dengan baik,  sehingga dapat melihat permasalahan sampah dan bagaimana dinas terkait dalam penanganannya.

Permasalahan sampah Kota Banjarbaru memang sudah seharusnya mendapatkan perhatian serius anggota DPRD Kota Banjarbaru, karena hal ini sangat berhubungan dengan berbagai aspek lainnya, misalnya dengan kesehatan. Sampah yang tidak terkelola dengan baik dapat menjadi sumber berkembangbiaknya berbagai penyakit, menjadi sumber hilangnya keindahan kota, dan menyebabkan pencemaran tanah, air, dan udara. Jadi, anggota dewan harus dapat memahami permasalahan sampah dan mencari tahu bagaimana pengelolaan sampah yang sesuai dengan situasi dan kondisi kota Banjarbaru.

Jadi, permasalahan sampah di Kota Banjarbaru harus mendapatkan perhatian semua pemangku kepentingan sesuai dengan kapasitas masing-masing. Anggota dewan sudah seharusnya dapat melihat permasalahan sampah berdasarkan kapasitasnya sebagai wakil rakyat dan tanggung jawab yang melekat di pundaknya, memikirkan solusi berdasarkan pengetahuan tentang pengelolaan sampah, dan lebih menekankan pada sistem pengelolaan sampah dalam pelaksanaannya.  Jika anggota dewan bicara sampah seperti orang tidak memahami permasalahan sampah, maka yang meresahkan itu bukan sampahnya.

Published by HE. Benyamine

Langit yang sama, bumi yang sama, meskipun berada di sisi kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

One thought on “MERESAHKAN ANGGOTA DEWAN BICARA SAMPAH

  1. namanya sampah ya sampah diolah apapun naman ya pengolahan ya hanya sebagian persen saja sisanya banyak sekali yg.berikutnya menggunung berakibat bau,kotor,jijik,caranya menurut sy ya dimusnahkan,lihat teknologitpa.blogspot.com atau pemusnah sampah dlanggu jelas sekali tdk akan ada persoalan sampah,pasti..Ada minat hub.sy siap.

Leave a comment