TUGU DI BUNDARAN MINI WALIKOTA BANJARBARU


Oleh: HE. Benyamine

Bundaran Mini Walikota (bumi wal) yang dibangun di depan rumah dinas walikota Banjarbaru saat ini mulai dibongkar, untuk kemudian dibangun tugu dengan anggaran lebih dari Rp. 400 juta. Mungkin walikota sudah bosan melucu dengan bundaran mininya, dan mencoba melucu kembali dengan membangun tugu di lokasi tersebut. Untuk kebutuhan karakter visual lingkungan, sebenarnya dilokasi tersebut sudah ada satu diantara landmark Kota Banjarbaru, yaitu Tower PDAM sebagai elemen spesifik yang ada di dalam kota. Tower tersebut bisa dikatakan sebagai landmark besar, karena bisa dilihat dari jauh. Lalu, tidak jauh dari tower tersebut terdapat Tugu Bundaran Simpang Empat Banjarbaru yang juga merupakan landmark besar, yang hingga sekarang masih dalam tahap pengerjaan pembangunan dengan menghabiskan anggaran lebih dari 3 milyar.

Pembangunan tugu di lokasi Bundaran Mini Walikota (Bumi Wal) yang merupakan jalan provinsi, termasuk jalur cepat, dan jalur lurus yang mengalami hambatan karenanya, jelas sebagai suatu kemubaziran yang dipertontonkan oleh pengambil kebijakan di kota Banjarbaru, padahal masih banyak kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendesak untuk didahulukan daripada hanya membangun sebuah tugu yang tidak jelas kepentingannya dan nilai idealisnya. Atau, hanya sekedar sebagai petunjuk telah berkuasanya seseorang yang dipresentasikan dengan pembangunan tugu sebagai wujud legetimasi kekuasaan yang bersangkutan, sehingga biarpun terkesan dipaksakan tetap dilaksanakan pembangunannya.

Dalam upaya memperkuat karakter spesifik kota Banjarbaru, sebenarnya pembangunan tugu dapat lebih menonjolkan identitas kota, jika dibangun dengan mengacu pada bentuk, ruang dan jalinan yang saling melengkapi secara harmonis dengan elemen-elemen spesifik yang menjadi landmark kota, untuk mempertegas struktur kota ke arah yang lebih spesifik dan khas. Landmark yang merupakan elemen-elemen penting untuk mengarahkan orang dalam mengenal suatu daerah dalam kota, karena sesuai dengan fungsinya secara umum sebagai orientasi, struktur aktivitas, petunjuk jalur pergerakan, dan tanda atau ciri kota yang bersangkutan. Dalam hal pembanguna tugu di depan rumah dinas walikota Banjarbaru nampak sekali bukannya mempertegas struktur kota ke arah yang lebih baik, malah mengganggu landmark yang sudah ada.

Untuk menemukan rasionalisasi pembangunan tugu tersebut, selain sebagai kenangan masa pemerintahan dua periode walikota, adalah karena pembangunan tersebut lebih mengesankan suatu kebijakan yang didasarkan pada ego kekuasaan dan ketidakpedulian atas keselamatan pengguna jalan yang melintasi di lokasi bundaran mini tersebut. Para elit kekuasaan lainnya, terkesan tidak mempunyai kepentingan dengan hal tersebut, dengan membiarkan pembangunan tersebut dilaksanakan. Mungkin, karena elit kekuasaan Banjarbaru sedang kelelahan dalam pemilu untuk memperebutkan kursi-kursi kekuasaan, dan sedang sibuk dengan kemenangan yang baru diraih.

Sebenarnya betapa banyak kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendesak dan langsung dirasakan oleh warga Banjarbaru, misalnya tempat penampungan sampah sementara di masing-masing lingkungan rumah mereka. Masalah sampah ini misalnya, masih menjadi masalah yang mendesak untuk diupayakan pengelolaannya secara lebih serius, karena masih banyak tempat yang bukan diperuntukan tempat pembuangan sampah, hanya karena ada lahan kosong sebagian warga memanfaatkannya sebagai tempat pembuangan sampah, yang pada akhirnya dengan mudah berserakan ke mana-mana. Pada saat hujan, tidak sulit menemukan sampah menutupi selokan dan berserakan di jalan-jalan lingkungan. Malah, sebagian warga yang sadar tentang pentingnya tempat pembuangan sampah sementara, mereka lalu membangun sendiri tempat sampah tersebut di lingkungan mereka, tetapi dengan kunci gembok dan tulisan “Yang BUKAN WARGA RT (?) Dilarang Buang Sampah Di sini”.

Di sini terlihat betapa kebijakan pembangunan tugu di depan rumah dinas walikota Banjarbaru adalah suatu kebijakan yang cenderung mendahulukan kepentingan para penguasa dibandingkan kepentingan masyarakatnya. Apalagi, pembangunan tugu tersebut adalah landmark kecil yang berada di antara landmark besar (Tower PDAM dan Tugu Simpang Empat) sebagai keputusan yang kehilangan fungsinya dan lebih berkesan menghamburkan anggaran negara.

Hal ini harus menjadi perhatian warga dalam menentukan pilihan pada Pemilu 2010, setidaknya walikota yang akan datang haruslah merupakan tokoh yang benar-benar mengerti hukum dan sekaligus taat pada peraturan dan perundangan yang berlaku. Di samping itu, calon walikota yang akan datang harus benar-benar mengerti tentang perkembangan dan pertumbuhan kota Banjarbaru, sehingga tidak seenaknya membuat kebijakan yang sebenarnya lebih membuat kota Banjarbaru lebih tidak tertata dan kehilangan identitasnya sebagai kota yang dirancang dari awal pembangunannya, dan membiarkan sebagian landmark dalam kota menjadi hilang begitu saja.

(Dimuat di koran Radar Banjarmasin, 7 September 2009: 3)

Published by HE. Benyamine

Langit yang sama, bumi yang sama, meskipun berada di sisi kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

16 thoughts on “TUGU DI BUNDARAN MINI WALIKOTA BANJARBARU

  1. Kalau aku jadi Walkotnya..dengan uang 400 juta an itu akan kupergunakan untuk : – 200 juta pertama khusus membenahi taman idaman (nambah2 utk mempercantik taman, sarana lainnya yg bisa menyejukan warga Banjarbaru)..
    – 200 juta kedua : untuk memperindah Minggu raya untuk semakin lebih kinclong lagi..(nambahin toko sovenir khas banjarbaru kota..biar dikit2 paling gak ada kenang2an utk tamu)…begitulah kira2, aku gak kepikir bikin sesuatu yg ujung2nya bisa jadi cemohan orang, bikin ganggu jalan protokol yg sdh benar jadi tidak benar, bikin pertanyaan bagi pakar jalan raya..(seolah-olah paling benar idenya)…aku cuman bisa ber hahahahha..lucu meen..

    HEB : Moga saja Walikota yang akan datang jauh berbeda dalam membuat kebijakan, terutama yang memihak pada kepentingan yang lebih luas dan bermanfaat.

  2. benar-benar tak habis pikir saya soal tugu yg satu ini
    😦
    apalagi dengan kronologis berikut :
    Rencana awal di titik itu adalah membuat perempatan, namun karena ruas jalan tersebut berada di bawah pemprop, dan pemko banjarbaru tak berkoordinasi dengan pemprop, akhirnya per-4-an tersebut dirubah menjadi bundaran kecil yg lutju itu. Untuk meredam opini miring di masyarakat, maka muncul statement dari pemko, bahwa bundaran itu memang direncanakan sebagai hiasan kota.
    Dan kini, ternyata malah ditingkatkan lagi menjadi tugu.

    Bagi saya alasannya hanya satu, karena kalau mengembalikan ke bentuk semula, akan “menampar” pola pembangunan pemko sendiri.

    Pertanyaan besar dari rangkaian kejadian ini adalah, “Bagaimana sebenarnya kualitas perencanaan pembangunan di Kota Banjarbaru?”

    HEB : Ya, akhirnya patut dipertanyakan kualitas perencanaan pembangunan di Kota Banjarbaru. Jangan2 hanya kepikir saat lagi jalan2 ke luar kota, melihat sesuatu, langsung perintahkan pembangunannya.

  3. Seringkali pembangunan atas sesuatu yang berlebihan hanya diliputi oleh rasa ujub untuk sekedar menampilkan icon diri sebagai monumen, bahwa ‘saya pernah ada’.

    Salam kenal,
    Bila berkenan silakan mampir ke blog sy
    http://adelays.wordpress.com

    HEB : Terima kasih telah mampir. Benar, pembangunan yang sebenarnya seolah-olah, setidaknya ada aktivitas yang dibangun, tidak peduli yang lainnya.

  4. Assalamu’alaikum

    Kalau di Malaysia, semua bandaraya, bandar, hampir semua pekan, malah ada juga kampung yang membuat “landmark” bagi kawasan masing-masing sebagai satu usaha perlancungan bagi memperkenalkan kawasan mereka terhadap hasil mahsul yang boleh dilihat, diperolehi dan dijual beli dari yang sebesar-besarnya seperti tugu negara hingga yang sekecil-kecilnya seperti udang atau ikan buntal menjadi tugu yang boleh dikormesialkan sebagai keuntungan penduduk setempat.

    Salam Ramadhan dan terima kasih saudara HEB atas ziarah yang selalu ditunggu selama ini. Selamat berpuasa.

    HEB : Wa’alaikum salam
    Ya, sangat menarik sharing tentang kreativitas untuk dikormesialkan sebagai keuntungan penduduk setempat. Salam Ramadhan dan selamat berpuasa.

  5. tulisan ini membuat saya tersenyum miris, mas heb. in adalah gambaran kolektif di negeri ini, tak semata di banjarbaru kiranya.

    saya cenderung berpikir orang-orang yang hanya mementingkan penampilan lebih memandang sesuatu secara superfisial. termasuk dalam hal penataan kota, mas heb. sangat disayangkan karena masih banyak di antara pemimpin kita yang cenderung mementingkan penampilan fisik daripada fungsi.

    HEB : Ya, penampilan fisik yang mubazir malah, sementara anggaran sangat dibutuhkan untuk kepentingan yang lainnya, malah anggaran dihamburkan untuk sesuatu yang superfisial.

  6. Mencari uang lebih susah dibanding dengan menggunakannya…..

    mereka punya dasar melakukan itu karena adanya Aturan yang membolehkannya, masalahnya rasa sensi mereka terhadap lingkungan dan kepentingan yagn lebih penting sangat sangat kurang…

    Semoga artikel ini memberikan gambaran seperti apa pemimpin yang telah kita pilih

    Ingat mereka bisa hidup dan kaya dari uang rakyat yang dipungut dari pajak…….

    HEB : Benar, menghamburkan anggaran (yang sebenarnya terbatas) tidaklah susah … dan malah cari gampangnya untuk bisa dihabiskan, seakan telah melaksanakan pembangunan.

  7. tugu, ornamen simbolis, moto, monumen, kenapa kita terus sibuk dengan hal – hal dangkal ?

    HEB: Mungkin … itulah yang paling gampang.
    Sedangkan bagaimana meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan tentu tidak gampang, dan membutuhkan kerja keras dan kemampuan serta kepedulian.

  8. menghamburkan uang negara? mungkin. Seyogyanya Landmark, menurut saya, membutuhkan karakter kuat yang mencerminkan suatu daerah, unik, lain daripada yang lain. Simbol Banjarbaru sangat mengena dengan ikon Lap. Murjani. Saya kira ini sudah cukup. Namun sepertinya Pemko berinisiatif untuk lebih kreatif. 🙂

    HEB : Tugu dengan ornamen Piala Adipura … entah darimana bisa dikatakan lebih kreatif.

  9. Mungkin inilah perlunya pemimpin yang benar2 mengerti bagaimana cara membuat daerahnya menarik baik dalam tata kota maupun dalam semua aspek 🙂

    HEB : Benar, pemimpin yang punya visi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kotanya dan benar2 tahu bagaimana melaksanakan pembangunan.

  10. hmmm…kemungkinan besar tugu tersebut akan di hancur kembali setelah penguasanya turun tahta…hehehe…karena itu adalah jalur cepat yang biasa di gunakan oleh propinsi.

    HEB : Terima kasih sudah mampir. Nah itu ….

Leave a comment