BANJARBARU KEJAR ADIPURA TANPA PERENCANAAN


Oleh: HE. Benyamine

Penghargaan Adipura ternyata sangat memacu pemerintah daerah dalam melakukan penataan tata kota dan menggalakkan kebersihan lingkungan. Pemko Banjarbaru begitu bersemangat untuk meraihnya. Tempat-tempat yang menjadi target penilaian mendapatkan perhatian yang serius, seperti taman, pasar, dan urusan persampahan.

Dinas Tata Kota, Pertamanan, dan Tata Ruang Pemko Banjarbaru melakukan berbagai upaya dan sosialisasi kepada semua pemangku kepentingan untuk dapat berpartisipasi dalam rangka meraih penghargaan Adipura tersebut. Bahkan, dinas ini mengarahkan pegawainya dalam melakukan gerakan kebersihan di tempat-tempat yang menjadi pusat kegiatan masyarakat, seperti di Minggu Raya dan sekitarnya, yang tentunya akan menjadi tempat penilaian.

Upaya Pemko Banjarbaru untuk meraih penghargaan Adipura sudah selayaknya dapat membangkitkan rasa kebersamaan dan kepedulian dari semua pemangku kepentingan yang ada di Banjarbaru untuk dapat berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan yang bersih dan sehat. Bukan hanya untuk kepentingan Adipura, tapi memang keharusan.

Untuk membangkitkan partisipasi warga masyarakat, sudah seharusnya Pemko Banjabaru melalui dinas terkait melakukan perencanaan dalam pengelolaan lingkungan, khususnya tata kota, pertamanan, dan tata ruang. Sehingga orientasinya tidak terlalu berkesan hanya mengejar penghargaan Adipura semata, namun sebenarnya tidak bersentuhan secara langsung dengan kepentingan warga secara keseluruhan dalam mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat.

Gerakan Dinas Tata Kota, Pertamanan, dan Tata Ruang sebagaimana pemberitaan lebih menunjukkan bahwa dinas tidak mempunyai perencanaan tentang tata kota, pertamanan, dan tata ruang itu sendiri. Gerakan tersebut terlihat seperti mengambil pekerjaan Pasukan Kuning, sesaat dan temporer, dan para pegawai di dinas tersebut tidak mempunyai pekerjaan yang semestinya.

Ibaratnya, Banjarbaru ini rumah yang tidak pernah dibersihkan, karena akan kedatangan tamu maka segera dibersihkan. Tempat sampah di pinggir jalan, langsung dibongkar untuk memberikan kesan bersih, tapi hal ini malah membingungkan warga untuk membuang sampah. Seakan warga diminta untuk menyembunyikan sampah tersebut untuk sementara, setidaknya menunggu dinas memikirkan dimana tempat yang tepat untuk membuangnya dan tim penilai Adipura selesai bekerja.

Dengan para pegawai dari dinas terkait yang langsung terjun membersihkan selokan, sebenarnya menggambarkan bagaimana dinas tersebut dikelola, yang menunjukkan lemahnya sistem manajemen dan kepemimpinan yang diterapkan. Untuk melakukan hal tersebut, Pemko Banjarbaru tidak perlu repot-repot membentuk dinas tersebut, karena cukup Pasukan Kuning saja akan beres. Sama saja membuang-buang anggaran daerah dalam membentuk dinas terkait.

Perencanaan tata kota, pertamanan, dan tata ruang sudah seharusnya dibuat (mungkin sudah ada) yang selanjutnya dapat disosialisasikan kepada warga, sehingga warga dapat berpartisipasi dan warga dapat menentukan dalam hal apa dan bagaimana mereka dapat terlebat. Perencanaan ini yang seharusnya lebih disosialisasikan oleh dinas terkait dalam memulai pekerjaannya dan tugasnya dalam upaya pengelolaan lingkungan yang bersih, sehat, dan bersinergi dengan kebutuhan dan kepentingan warganya. Agar warga dapat lebih berpartisipasi sesuai dengan kemampuan dan berbuat dari hal yang paling mudah.

Jika perencanaan yang dibuat dinas terkait merupakan suatu sinergi dari berbagai kepentingan dan kebutuhan semua pemangku kepentingan, maka penghargaan Adipura anggap saja sebagai bonus yang sewajarnya diterima. Namun, jika didapatkan dengan upaya mempercantik dan memperindah beberapa tempat yang menjadi objek penilaian dan menyembunyikan ketidakbecusan perencanaan tata kota, pertamanan, dan tata ruang sama saja mendapatkan Adipura hanya sekedar penghargaan belaka.

Berdasarkan perencanaan tata kota, pertamanan, tata ruang yang semestinya sudah ada, Pemko Banjarbaru seharusnya sudah mempunyai data fasos dan fasum yang ada; seperti yang terdapat di semua perumahan, sehingga tidak membiarkan dijual oleh pengembang atau membiarkan ada warga yang membangun ditempat tersebut.

Jika inventarisasi tersebut ada, tentu sangat mudah untuk disosialisasikan kepada warga, apalagi ada forum RT/RW Banjarbaru, yang dapat langsung melakukan pengawasan dan pemeliharaan. Begitu juga dengan area ruang terbuka hijau, warga masyarakat sudah harus diberi tahu dan dilarang untuk meneruskan pembangunan apa saja di atasnya. Karena, jika Pemko membiarkan warga membangun di area tersebut akan lebih mempersulit dalam penataannya nanti.

Oleh karena itu, Pemko Banjarbaru melalui dinas terkait sudah saatnya bertindak dengan perencanaan yang melibatkan warganya. Misalnya, bantaran sungai yang dilarang membangun, harus diawasi agar warga tidak membangun bangunan baru, karena sudah ada rencana penataan yang memang terus disosialisasikan.

Dalam hal fasos dan fasum di komplek perumahan, harus segera dilakukan penataan kembali, dibuatkan tanda atau papan pengumuman bahwa tempat tersebut adalah fasos dan fasum. Warga yang (merasa) memilikinya diminta untuk mengembalikan pada peruntukannya.

Jadi, Pemko Banjarbaru dalam mengejar penghargaan Adipura harus melakukannya berdasarkan perencanaan yang baik dan tepat dalam tata kota, pertamanan, dan tata ruang sehingga dapat dilakukan evaluasi secara berkala.

Pemko Banjarbaru melalui dinas terkait jangan sampai terkesan sedang membersihkan “rumah” hanya karena akan ada kedatangan tamu. Apalah artinya penghargaan Adipura, bila tidak ada perencanaan yang mengarahkan warga masyarakat dalam menjalani budaya hidup bersih dan sehat dan hanya terlihat bersih, rapi, dan tertata pada tempat-tempat tertentu saja yang dikelola dengan sangat banyak anggaran.

Published by HE. Benyamine

Langit yang sama, bumi yang sama, meskipun berada di sisi kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

12 thoughts on “BANJARBARU KEJAR ADIPURA TANPA PERENCANAAN

  1. ya. seringkali yang terjadi pada masyarakat kita adalah salah memahami kompetisi, penghargaan, dst; bukannya semua itu dibuat agar kita selalu siap. alih-alih siap, kita malah seringkali berbuat tergesa-gesa menjelang penilaian. penilaian apa saja, dan nampaklah, ternyata, kita memang tak pernah berencana dalam hidup ini.
    belum lagi hal-hal yang terkait dengan sangsi. kita, nampaknya, tak benar-benar serius dalam memberikan sangsi atas pelanggaran. ada budaya kasihan, dst, yang mengindikasikan tak adanya visi yang lurus dan misi yang benar. jika memang kita semua mengingini kehidupan yang lebih baik, bukannya kita harus memilih untuk bersikap tegas dan benar?

  2. kompetisi hanya untuk mendapat pujian terus dijadikan tolak ukur ketika pemilihan tapi jauh dengan realita yang terjadi didalamnya..sungguh ironis….mereka hanya ingin mendapat pujian hanya untuk “mereka” bukan untuk rakyat dan terlihat bahwa para pengemis dan gelandangan lainnya dianggap sebagai “Sampah” dari suatu penghargaan

  3. membaca tulisan ini saya mesem-mesem, mas ben. saya tidak bisa tidak setuju. apa yang mas ben sebutkan soal “menyembunyikan” sampah, penghargaan dan kepantasan, serta perlunya tata kota yang tersosialisasi membuat saya tersenyum-senyum pahit.

    jadi ingat saat menjelang akreditasi rumah sakit di RS pendidikan di kota saya (saat saya masih mahasiswa kedokteran), setiap departemen berlomba-lomba mempercantik fisik bangunan (yang akhirnya karena dilakukan secara individual departemen, model hiasannya gado-gado dan konyol, tidak ada kekompakan). setiap staf dan mahasiswa diharuskan menghapal visi dan misi rumah sakit, tak peduli apakah mereka mengerti maknanya atau hanya sekadar menghapalkan.

    apa karakter kita cenderung seperti itu ya, mas? bak pepatah orang minang: rancak di labuah, hanya kelihatan cantik di luarnya saja. tapi sesungguhnya di dalamnya keropos dan justru perlu pembenahan yang sesungguhnya.

    saya suka sekali tulisan ini. terima kasih, mas ben.

  4. Tak cuman banjarbaru loh…kota tempat saya tinggal juga begitu. 5 kali dapet adipura. Hanya tinggal kenangan, selebihnya kota yang saya diami kini kotor lagi. Bahkan kemaren waktu SBY dan temen2nya datang kesini, tiba2 masyarakat di kerahkan turun ke Jalan, Sayangnya tidak mendapat respon positif dari semua warga, pasalnya apa? warganya sendiri nggak care untuk clean up the planet. Jadi siapa yang ditugaskan bersih2 sampah? ya…para petinggi keluarga gubernur yang turun ke Jalan, sisanya masyarakat cuman menyaksikan aksi petinggi itu.

    Nampaknya harus digalakan juga disini bagaimana pentingnya menjaga kebersihan.

  5. @ Hajriansyah
    Ketegasan berdasarkan perencanaan partisifatif mungkin dapat memotivasi masyarakat untuk mengikuti perencanaan tersebut. Benar … diantaranya masalah budaya.

    @ Omiyan
    Ya … menjelang Adipura lebih intens pembongkaran dan pengejaran PKL, pengemis, dan masyarakat pinggiran lainnya. Menyedihkan memang.

    @ Marshmallow
    Bisa jadi …. rancak di labuah. Fasos atau fasilitas sosial dan fasum atau fasilitas umum, seperti jalan lingkungan, taman, dan lain-lain, yang oleh pengembang perumahan sering dijual atau ada yang diakui warga sebagai miliknya.

    @ Pakde
    Ya … memang tak cuman Banjarbaru. Kebersihan lingkungan sudah semestinya digalakkan, karena kita ada di dalamnya.

  6. Walaupun kurang memahami keseluruhan isi tulisan saudara, namun saya fikir tentunya tulisan itu diterjahkan melalui fikiran yang resah terhadap sikap pemimpin yang mengambil mudah akan kebersihan dan kecantikan kota.

    Sememangnya jika pemimpin mempunyai tanggungjawab untuk menaiktaraf keindahan kota bawah pimpinannya, sudah pasti para penduduk juga akan senang dan seharusnya bekerjasama memelihara keindahan dan kebersihan itu bukan….

    Kalau ditempat saya…keadaan seperti ini juga berlaku kerana sikap penduduknya juga. Maka satu cara yang digunakan oleh pemerintah tempatan adalah dengan mengenakan denda RM500 kepada sesiapa yang membuang sampah merata-rata. Tetapi tidak tahu…samada hukuman itu dilaksanakan atau hanya sekadar iklan untuk menakutkan sahaja.
    Kita akan hidup tenang, jika rumah, kota dan negara kita bersih dan indah. Salam hormat.

    HEB : Benar, rumah, kota, dan negara bersih dan indah dapat membuat hidup tenang dan sehat. Apa yang diterapkan dengan mengenakan denda, sudah ada daerah yang memberlakukannya, namun perlu waktu dan ketegasan dalam pelaksanaannya. Salam.

  7. Ass.

    Adipura bukanlah tujuan utama, karena membiasakan hidup bersih dan sehat sudah semestinya dilakukan masyarakat setiap hari.

    Kinerja Pemkot memang belum maksimal, tapi yang terpenting adalah kesadaran dari diri sendiri. Kepedulian kebersihan dan lingkungan harus dimulai dari tingkatan terbawah.

    kesadaran dari diri sendiri dan seluruh elemen masyarakat yang akan membuat kita ke depan dapat hidup di tengah lingkungan yang bersih dan terkendali.

    HEB : Waalikum salam. Benar, Adipura bukan tujuan dalam kebersihan lingkungan. Tujuannya ya bagaimana budaya masyarakat cenderung pada budaya bersih dan peduli pada lingkungan.

  8. Alih-alih mengejar piala Adipura, sebaiknya membina kultur bersih masyarakat sehingga tanpa piala pun Banjarbaru dapat menjadi kota yang menyejukkan bagi warganya dan kota yang mengesankan bagi tamu-tamunya.

    Ahhh… piala.

    HEB : Nah itu … membina kultur bersih masyarakat yang penting, dan dana untuk mengejar Adipura lebih baik dialokasikan untuk membina kultur tersebut.

  9. Dengan Masyarakat yang memang sudah memiliki budaya selalu bersih dalam semua kondisi di lingkungan, tanpa perencanaan pun sudah besar kemungkinan dapat Adipura, justru yang pake perencanaan itu bisa jadi cuma kamuflase supaya terlihat bersih sesaat pada waktu penilaian

  10. kalo di tempat ane sih (di batam) kerasa banget mau dapet adipura soalnya kemaren 2taon terakhir batam dapet adipura ehg tau2unya taon 2008 gak dapet…jadi sekarang kerasa banget pemerintahnya juga sibuk buat lomba2 tentang kebersihan gt…..termasuk sekolah ane yang kena..sekarang aja sekolah lagi sibuk ngecatin tong sampah jadi 3 warna (tau kan buat apa) uda gita pake mau buat2kompos dari sampah daun2 lagi,,bagus sih idenya,,tapi menurut ane paling bentar aja bersihnya….uda agak lama ya kotor lagi..hehe…

    salam kenal dari saya…

    HEB : Sama aja dong… saat lomba aja semangat. Penghargaannya yang penting, selebihnya tidak peduli. Terima kasih mau mampir, salam.

  11. Adipura = Aku ingin Dipilih Pura pura aja supaya para manajerial, fasalitator kota ini semakin semringah indah ditepuk tangani setiap ada acara, supaya bermakna setiap saat, kesan baik di anak cucu, disaluti, dibravo i, pokoknya yang baik2lah..dan harapanku itu betul, menjadi kenyataan tanpa pamrih karena rasa memiliki kotanya sendiri, asri bersih ber ‘aura wangi sepanjang zaman’..eh tapi kan sekarang lagi musim pesta demokrasi, masih ingat ngga sama sang adipura II itu..jangan2 dimasukin ke laci dulu..achh tau ahh.

Leave a comment