BANJARBARU KOTA “SERIBU SUNGAI”


Oleh: HE. Benyamine

Perubahan kota Banjarbaru begitu nampak terlihat secara fisik. Sekilas, kota Banjarbaru memperlihatkan kemajuan yang luar biasa dalam pembangunan fisik. Pembangunan perumahan seperti jamur di musim hujan, seakan tidak perlu direncanakan untuk dapat berkembang asal ada lahan terbentang. Perkembangan kota Banjarbaru tidak memperlihatkan adanya perencanaan, seakan menunjukkan para pemimpinnya hanya tidur atau santai-santai tak banyak mikir dan saat bangun atau sadar sudah begitu banyak bangunan yang berdiri.

Pembangunan kota Banjarbaru, seakan ingin mengatakan bahwa pemerintah kota Banjarbaru tidak ada atau ada dan tiada sama saja, karena banyak proyek pemerintah yang berjalan tidak begitu matang dalam perencanaannya, bahkan seolah-olah diputuskan karena baru saja elit kekuasaan mendapatkan ide dari kunjungannya ke luar daerah. Padahal, perencanaan inilah yang membuktikan ada atau tidak adanya peran pemerintahan dalam pembangunan kota. Perencanaan juga dapat memperlihatkan bagaimana mengarahkan potensi yang ada untuk menjadi prioritas utama dalam pilihan kebijakan yang disegerakan.

Kota Banjarbaru berkembang pesat lebih karena faktor posisi strategis dan bentuk lahannya yang padat dan cenderung datar, sehingga faktor pemerintah lebih sebagai keharusan administrasi dan status kota saja, sedangkan faktor lainnya juga turut berpengaruh dalam mendorong kemajuan. Para pengembang perumahan memilih kota Banjarbaru bukan karena keberhasilan pemerintah, tetapi lebih karena memang kota Banjarbaru mempunyai beberapa keunggulan.

Dengan lemahnya perencanaan dalam pembangunan, kota Banjarbaru tanpa disadari telah berubah menjadi “kota seribu sungai” saat hujan turun. Perubahan ini semakin nampak pada musim hujan, karena lebih sering terlihat jalan-jalan berubah menjadi seperti sungai-sungai saat hujan turun. Setelah hujan berhenti, jalan-jalan tersebut terlihat seperti sungai mati yang penuh dengan sampah berserakan. Sebagian jalan-jalan yang ada di kota Banjarbaru dalam hal pengerasan memang terlihat mulus dan terpelihara, tapi saat hujan turun jalan-jalan tersebut tidak dapat menyembunyikan bahwa pemerintah kota tidak mempunyai perencanaan dalam pemeliharaan dan pembangunan jalan-jalan tersebut.

Masalah drainasi yang telah menjadikan kota Banjarbaru menjadi “kota seribu sungai” musiman. Drainasi terlalu tertinggal jauh dalam hal perkembangan kota, yang membuktikan lemahnya perencanaan, padahal faktor drainasi merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan, sekaligus dapat membantu mempertahankan kondisi jalan-jalan dalam jangka waktu yang panjang. Jalan yang mampu bertahan dalam kondisi baik dalam waktu yang lebih lama, dapat memberikan kesempatan pada perbaikan atau pembangunan jalan yang lainnya.

Jika Pemerintah Kota mempunyai perencanaan dalam pembangunan, khususnya jalan, tentu Walikota Banjarbaru tidak mempunyai ungkapan yang aneh dalam masalah drainasi, dengan mengatakan seperti memilih antara celana atau baju, yang ingin menunjukkan begitu sulitnya pilihan antara perbaikan jalan atau perbaikan drainasi. Apalagi dengan mengatakan bahwa selama ini masyarakat ternyata lebih memilih perbaikan jalan, dan hal ini yang dipenuhi oleh pemerintah, dengan meninggalkan drainasi dan membiarkan jalan-jalan seperti sungai saat hujan turun. Padahal, perbaikan jalan dan masalah drainasi tidak seharusnya seperti dijadikan pilihan salah satunya atas nama kehendak masyarakat, tetapi seharusnya berdasarkan kondisi jalan (termasuk drainasi) yang akan diperbaiki. Jalan dan drainasi dalam perencanaan pembangunan jalan atau perbaikan jalan tidak bisa dipisahkan atau dikerjakan sendiri-sendiri, karena satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan ada ketergantungan.

Ungkapan memilih celana atau baju untuk menyatakan pilihan antara perbaikan jalan atau perbaikan drainasi, seperti ingin menunjukkan bahwa dinas terkait tidak sanggup memberikan masukan yang seharusnya kepada walikota, bahwa antara drainasi dan perbaikan jalan tidak untuk dipilih yang mana didahulukan. Perbaikan jalan tanpa memperhatikan kondisi drainasi, dapat dikatakan sebagai bentuk pemborosan anggaran dan tidak adanya perencanaan. Perbaikan jalan dengan tetap membiarkan drainasi buruk, sama dengan melukis di pasir pantai, yang cepat mengalami kerusakan kembali.

Perkembangan kota Banjarbaru yang semakin padat dengan bangunan, tentu semakin banyak lahan yang berubah peruntukannya, dengan sendirinya terjadi perubahan aliran air limpasan saat hujan turun. Perubahan peruntukan lahan berhubungan dengan perubahan tanah dalam menampung air hujan, sehingga perhitungan drainasi yang dulunya sudah mampu menjadi penyalur air limpasan perlu dilakukan perhitungan ulang sekarang. Hal ini yang menjadikan seberapapun anggaran yang ada cenderung menjadi tidak pernah cukup, karena tidak mempunyai perhitungan berdasarkan kondisi perubahan lahan yang begitu cepat.

Jadi, sangat disayangkan tanggapan Pemerintah Kota terhadap kondisi Kota Banjarbaru yang menjadi “kota seribu sungai”, apalagi dengan mengatakan bahwa pemerintah kota tidak mempunyai anggaran yang cukup untuk mengatasi masalah drainasi. Padahal banyak proyek yang melahap anggaran cukup besar, dengan perencanaan seadanya, dilaksanakan dengan semangat “kaca mata kuda” dan tidak mempertimbangkan kepentingan dan manfaat bagi warga Banjarbaru. Proyek-proyek itu seperti tambah membuat sesak wilayah kota, dan mengesampingkan pembangunan wilayah pinggiran.

Dengan tertinggalnya faktor drainasi dalam pembangun, kota Banjarbaru memperlihatkan wajahnya saat hujan turun, jalan-jalan berubah menjadi sungai-sungai dan saat hujan berhenti disuguhi pemandangan berserakannya sampah. Hal ini seakan memperlihatkan masih banyak perilaku buruk yang disembunyikan dan tertutupi, dengan megahnya tugu-tugu dan banyaknya hiasan wilayah kota yang rakus melahap anggaran yang terbatas.

Para calon walikota yang akan bertarung pada pilkada 2010 seharusnya menyadari bahwa kota Banjarbaru bukanlah “kota seribu sungai”.

Published by HE. Benyamine

Langit yang sama, bumi yang sama, meskipun berada di sisi kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

8 thoughts on “BANJARBARU KOTA “SERIBU SUNGAI”

  1. hahaha… bentar, mas. numpang ngakak dulu.

    setau saya istilah kota seribu sungai diberikan karena banjarbaru memang memiliki begitu banyak sungai. tapi saat membaca paragraf keempat, mau tak mau saya jadi ngakak. ini tulisan yang sinis, mas. kalau pemkot beserta aparat terkait tidak panas juga telinganya dan segera melakukan langkah-langkah konkrit untuk memperbaiki situasi ini, berarti pemkot memang sudah mati rasa deh.

    padahal idealnya (dan sejauh yang saya maklum dilaksanakan oleh kota-kota besar di negara maju, cetak biru sistem drainase itu adalah yang paling penting. menyusul cetak biru sistem pengadaan air bersih, agar keduanya tak bersilangan sehingga terjadi pencemaran. seperti seorang teman yang mengambil jurusan “urban planning” di sydney tempo hari, saat ia membutuhkan data-data tersebut, negara menyimpannya dengan rapi. ratusan tahun usianya dan masih dipelihara serta menjadi rujukan pembangunan.

    nah, kita kapan? paling tidak memiliki rencana yang matang mengenai tata kota dulu deh.

    HEB: Istilah kota seribu sungai untuk kota Banjarmasin, karena dialiri sungai dan anak sungai yang hingga sekarang tersisa sekitar 71 sungai, yang sebagiannya sudah kritis.

    Kota Banjarbaru kebalikannya dari kota Banjarmasin, yang mempunyai sungai bisa dihitung dengan jari, yang berjarak lebih kurang 30 – 40 km dari kota Banjarmasin.

  2. kritikan yang bagus, tidak menyakitkan… banjarbaru dulu terkenal dengan tata kota yang bagus…kalau “seribu sungai” tidak dimenej dengan bagus akan jadi jakarta kedua

  3. @marshmallow: kurang tepat, bu hajjah, yang diberi julukan seribu sungai itu banjarmasin–sekitar 30-40 km dari banjarbaru.

    ya, begitulah kinerja pemerintahan secara umum di kalimantan selatan (mungkin juga indonesia secara umum), selalu tanpa perencanaan; memang di atas kertas ada perencanaan itu, tapi pada tataran praktisnya selalu saja tidak jalan. karena, yang pasti dijalankan adalah yang paling menguntungkan (entah bagi siapa)

  4. Banjar Baru juga kota Pelajar/mahasiswa karena kalau musim libur di Banjar Baru sepi karena mahasiswanya balik kampung …hee pengalaman saya dulu..karena mayoritas terbanyaknya mahasiswa dari Daerah..hidup Banjar Baru,,maju terus…

  5. istilah seribu sungai ini juga sangat akrab bagi telingan orang jawa, bang ben. hmm … banjar baru, agaknya tergolong kota yang indah dan eksotis. pingin banget main ke sana, nih.

  6. Assalaamu’alaikum

    Apa khabar sahabatku HE. Benyamine. Membaca dan cuba memahami intipati yang tersaji dalam tulisan saudara, cukup membuat saya mengkagumi daya fikir yang cuba ditampilkan. Bicarawaranya cukup sinis dalam memperkatakan yang hak bagi menambahbaik lingkungan yang sepatutnya memperolehi yang lebih baik dari yang sedia ada.

    Saya setuju dengan penulisan saudara berhubung dengan tanggungjawab pemerintah dan pihak yang diberi kepercayaan oleh lingkungan masyarakat dalam pilihanraya agar mengambil langkah proaktif dan optimis kepada masa depan lingkungan yang menjadi tanggungjawabnya supaya tidak sis-sia mereka dipilih bagi mewakili daerah tersebut.

    Tanpa perancangan yang baik dari aspek perparitan dalam sesuatu kawasan akan mengakibatkan berlakunya banjir bila tiba musim hujan. Oleh itu, perancangan bandar amat penting difikirkan dalam mengurus kebajikan semua warga penduduk agar selesa kehidupan mereka.

    Salam hangat selalu dari Sarikei, Sarawak, Malaysia.

    HEB : Wa’alaikum salam wr. wb.
    Alhamdulillah dalam keadaan baik dan sehat, semoga SFA juga demikian adanya.

  7. Benar, saya sbg warga Banjarbaru kurang sependapat jika julukan “Kota Seribu Sungai”nya Banjarmasin dilekatkan bagi Kota Banjarbaru. Namun saya sependapat, jalan dan drainase kota perlu diperbaiki dan/atau dikelola dengan baik. Banjarbaru yg sbagian wilayah termasuk dataran cukup tinggi seyogyanya juga bisa dimanfaatkan sbagai kawasan resapan utk mengendalikan banjir bagi kota2 di kawasan bawahnya. Seharusnya Banjarbaru bisa menjadi contoh yg baik jika mewajibkan para pengembang perumahan/developer membangun sumur resapan di setiap unit rumah yg dibangunnya. Bs kt hitung, brp liter air yg mampu kembali masuk ke dalam tanah dgn kbijakan tersebut..

    HEB: Terima kasih telah berkunjung.
    Benar, Banjarbaru jelas bukan kota seribu sungai (faktanya) dan itu harus disadari terutama pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan pembangunan. Sumur resapan … gagasan yang juga penting untuk dilaksanakan.

Leave a comment